Bung Karno |
Bung
Karno : Declaration of Independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang
Dasar ’45, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi
kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan ke Negaraan kita, untuk
mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia
kepada suara-batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita. “Proklamasi” tanpa “Declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita
tidak mempunyai falsafah. Tanpa mempunyai Dasar Penghidupan Nasional,
tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison
d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing
dari bumi “Ibu Pertiwi”. (DBR II – 442)
Pendahuluan
Kemerdekaan adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan, karena di dalam alam kemerdekaan itulah kita akan dapat berjuang mencapai tujuan hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang telah kita letakkan. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan bukan sekedar untuk merdeka, akan tetapi kemerdekaan Indonesia diproklamasikan untuk menciptakan keadaan yang memberi kemungkinan bagi bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita hidupnya berdasarkan prinsip-prinsip yang hidup di dalam kalbu. Oleh karena itu, Bung Karno menyebut kemerdekaan sebagai “jembatan emas” untuk mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Dari kutipan di atas jelas dapat kita ketahui bahwa di dalam Deklarasi Kemerdekaan yang tertuang sebagai Pembukaan UUD 1945 kita akan dapat menemukan falsafah, pedoman, dasar-dasar kebangsaan dan kenegaraan, serta kepribadian bangsa Indonesia. Dalam Deklarasi Kemerdekaan itulah kita akan dapat menemukan “raison d’etre” (alasan keberadaan/ eksistensi) bangsa Indonesia. Dengan demikian seluruh arah dan tujuan, serta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara harus merupakan turunan (derivasi) serta penjabaran dari Pembukaan UUD 1945.
Setiap perjuangan untuk mencapai cita-cita luhur selalu akan dihadapkan kepada berbagai tantangan. Demikian pula perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita kemerdekaannya. Berbagai tantangan telah datang menghantam, baik dari luar maupun dari dalam. Ketika hantaman secara fisik tidak mampu merontokkan perjuangan bangsa Indonesia, mereka berusaha membunuh pemahaman, kesadaran serta penghayatan bangsa Indonesia atas cita-cita Proklamasi Kemerdekaannya dengan cara mengaburkan, membelokkan serta merusak makna Deklarasi Kemerdekaan. Guna menghadapi berbagai tantangan tersebut diperlukan usaha kita dengan sungguh-sungguh untuk dapat memahami makna Deklarasi Kemerdekaan.
Dengan memahami makna yang terkandung dalam Deklarasi Kemerdekaan, meskipun dalam tulisan ini hanya akan membahas pokok-pokoknya, kita akan dapat menentukan arah yang benar serta mencegah, setidak-tidaknya mengerti atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan, baik yang bersifat fundamental, konseptual maupun operasional, baik terbuka maupun terselubung.
Memahami makna Pembukaan UUD 1945
Kalau musuh-musuh Proklamasi Kemerdekaan mampu melaksanakan penjungkir-balikan makna Pembukaan UUD 1945 dengan cara licik dan penuh dengan tipu muslihat, ironisnya, banyak pendukung Proklamasi yang tidak menyadari, tidak memahami, atau tidak peduli bahwa telah terjadi pengkhianatan yang akan menghancur-leburkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan.
Hal tersebut dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain : menonjolnya kepentingan subyektif (baik pribadi, kelompok maupun golongan), tidak memahami bahwa perombakan Pancasila maupun UUD 1945 akan merombak seluruh tata kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak mengetahui atau tidak memahami makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Pancasila (meskipun mungkin hafal tiap kata), serta sebab yang lain lagi. Atau memang tidak mau tahu sama sekali tentang itu semua!
Oleh karena itu, untuk menegakkan kembali jiwa, semangat dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan, merupakan kewajiban kita untuk mencermati, memahami dan menghayati makna yang terkandung dalam Deklarasi Kemerdekaan.
Untuk dapat mencermati, memahami serta menghayati substansi serta makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, akan kita kutip teks Pembukaan tersebut secara lengkap :
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar negara Indonesia , yang terbentuk dalam satu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari kutipan tersebut dapat kita cermati bahwa dalam Deklarasi Kemerdekaan terkandung asas, visi, misi dalam mendirikan negara yang merdeka, serta bentuk, sifat dan dasar negara yang kita dirikan.
Selanjutnya akan kita telusuri alinea per alinea, untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya, meskipun kita juga memahami, bahwa keterbatasan kata yang kita miliki tidak akan mampu mengurai secara rinci seluruh kandungan yang ada dalam cita-cita luhur tersebut. Namun diharapkan setidak-tidaknya kita akan dapat melakukan pemahaman atas pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya.
Alinea pertama merupakan asas dalam mendirikan negara, yang terdiri dari dua hal :
pertama : kemerdekaan adalah hak segala bangsa;
kedua : penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan demikian jelas bahwa negara yang didirikan oleh bangsa Indonesia adalah sebuah negara bangsa (nation state) yang berdiri di atas hak yang dimilikinya, yaitu hak untuk merdeka. Hal ini dipertegas dalam alinea ke empat yang menyebutkan “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia”. Atas dasar asas tersebut, nasionalisme yang dibangun Indonesia pasti bukan nasionalisme yang chauvinistik, bukan pula jingo nasionalism, melainkan nasionalisme yang berperikemusiaan dan berperikeadilan. Nasionalisme yang akan dibangun adalah nasionalisme yang menjunjung tinggi hak kemerdekaan semua bangsa, untuk menjalin hubungan saling hormat menghormati dengan kewajiban untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Atas dasar kesadaran itu, maka penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..
Berdasarkan prinsip tersebut, maka dapat diketahui bahwa nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang dijiwai perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang anti penindasan, baik penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation) maupun penindasan manusia atas manusia (exploitation de l’homme par l’homme).
Memahami bahwa kapitalisme merupakan induk dari kolonialisme/ imperialisme, maka nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang juga anti kapitalisme seperti halnya anti kolonialisme/imperialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Visi bangsa Indonesia dalam mendirikan negara bangsa yang merdeka dengan jelas diungkapkan dalam alinea ke dua, yaitu : negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat bermakna sebagai negara bangsa (nation state) yang bebas dari penjajahan maupun penindasan negara lain, serta berhak menentukan segala kebijakannya berdasarkan kedaulatan yang dimilikinya.
Disadari sepenuhnya bahwa kekuatan Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaaanya adalah tumbuh dan berkembangnya kesadaran dan semangat persatuan bangsa dan kesatuan wilayah. Pluralisme yang ada bukanlah untuk mengedepankan kepentingannya sendiri, melainkan untuk saling mendukung guna membangun kekuatan bersama.
Kesadaran akan adanya saling ketergantungan antar wilayah yang beragam itulah yang merupakan sumber kekuatan Indonesia, sehingga Indonesia akan menjadi negara yang tidak akan tergantung pada dan didikte oleh negara atau kekuatan lain.
Seperti halnya dengan bangsa-bangsa lain, untuk menegakkan kemerdekaan dan kedaulatannya bangsa Indonesia berpegang pada tiga prinsip kemerdekaan yang oleh Bung Karno disebut “Trisakti”, yaitu :
• berdaulat di bidang politik;
• berdikari di bidang ekonomi; dan
• berkepribadian di bidang kebudayaan.
Sedangkan adil dan makmur adalah kondisi kehidupan yang menjadi tujuan dalam mendirikan negara. Kemakmuran yang akan dibangun adalah kemakmuran untuk semua, kemakmuran untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan yang terdistribusi secara adil. Oleh karena itu dasar pengelolaan kesejahteraan tersebut harus berasaskan kekeluargaan yang bersumber pada prinsip kesederajadan dan kebersamaan. Tidak bisa tidak, demokrasi ekonomi dan demokrasi politik harus ditegakkan. Kondisi masyarakat yang sejahtera lahir dan batin itulah yang disebut sebagai Sosialisme Indonesia, yang tak lain adalah masyarakat Gotong Royong.
Berdasarkan asas kemerdekaan dan visi yang ingin diwujudkan, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius, menyadari sepenuhnya bahwa kemerdekaan yang telah dicanangkan, kemerdekaan yang diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, hanya dapat terlaksana, sepenuhnya berkat rahmat Tuhan Y.M.E. Hal ini terungkap dalam alinea ke tiga.
Selanjutnya dalam alinea ke empat diungkapkan tentang prinsip-prinsip dibentuknya Pemerintah sebagai instrumen politik dan tugasnya. Untuk memberikan landasan dan acuan bagi penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bernegara, disusunlah Undang-Undang Dasar. Sedangkan bentuk negara ditetapkan sebagai Republik yang berkedaulatan rakyat, artinya Indonesia adalah sebuah republik yang bersifat demokratis. Sedangkan sebagai dasar negara adalah Pancasila.
Untuk menjamin terwujudnya visi yang telah ditetapkan, Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan dua tugas pokok :
ke dalam :
pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ;
kedua, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
ke luar : ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari tugas yang diamanatkan kepada Pemerintah tersebut dengan jelas termaktub bahwa Indonesia, baik sebagai bangsa maupun sebagai wilayah adalah satu kesatuan yang utuh, sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam Sumpah Pemuda. Kesadaran atas kesatuan yang utuh itulah yang merupakan sumber bagi dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Amanat untuk memajukan kesejahteraan umum mempunyai makna untuk memajukan kesejahteraan bagi rakyat secara keseluruhan, bukan hanya kesejahteraan orang per orang. Oleh karena itu perlu disusun suatu sistem yang dapat menjamin terselenggaranya keadilan sosial. Dan kesejahteraan yang harus diciptakan bukan hanya sekedar kesejahteraan ekonomis, bukan sekedar kesejahteraan material, melainkan kesejahteraan lahir dan batin, kesejahteraan material dan spiritual. Artinya kesejahteraan material itu harus terselenggara dalam masyarakat yang saling menghormati dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing, masyarakat yang bebas dari rasa takut, masyarakat yang hidup dalam kesederajadan dan kebersamaan, masyarakat yang bergotong-royong. Masyarakat adil, makmur dan beradab itulah warna dari Sosialisme Indonesia.
Amanat tersebut terkait dengan amanat berikutnya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermakna membangun peradaban bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan mampu hadir sebagai bangsa yang memiliki kepribadian nasional yang bersumber kepada nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi nasional Indonesia, yaitu Pancasila. Dengan kepribadian nasional yang dimilikinya itu bangsa Indonesia akan memiliki kepercayaan diri, akan memiliki national dignity. Untuk membangun peradaban bangsa inilah diperlukan kecerdasan intelektual, emosional, afirmatif (dari affirmative intelegents – kecerdasan untuk mengambil keputusan) dan spiritual, untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan bangsa dan negara, sehingga mutlak perlu dilaksanakan nation and character building.
Namun dengan kepercayaan diri dan national dignity tersebut tidak berarti kita akan tampil sebagai bangsa yang chauvinistis, melainkan semata-mata ingin hidup dalam tata pergaulan dunia yang saling hormat menghormati. Hal tersebut jelas terungkapkan dalam tugas ke luar, yaitu : ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dari sini terlihat dengan jelas bahwa cita-cita bangsa Indonesia dalam membangun peradaban itu tidak hanya terbatas pada membangun peradaban bangsa, melainkan juga peradaban manusia.
Dari peradaban bangsa dan umat manusia yang berangkat dari kesederajadan dan kebersamaan, dan terimplementasikan dalam kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, akan lahir suatu kehidupan yang sejahtera, kehidupan tanpa ada penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation), maupun penindasan manusia atas manusia (exploitation de l’homme par l’homme). Inilah Dunia Baru yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, Dunia Baru yang adil dan beradab.
Dengan merunut tiap kata dari Pembukaan UUD 1945, terlihat dengan nyata bahwa Pembukaan UUD 1945 sangat sarat dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun di sini HAM tidak diangkat secara sempit hanya terbatas pada pandangan manusia sebagai mahluk individu, melainkan juga sebagai mahluk sosial. Sehingga terbentanglah harmoni yang menggelar kesejahteraan hidup bersama.
Keseluruhan tata kehidupan berbangsa dan bernegara serta tujuan perjuangan bangsa Indonesia tersebut dilaksanakan berdasarkan Pancasila, suatu filosofische grondslag (landasan filosofis) yang berangkat dari Tuntutan Budi Nurani Manusia (the Social Conscience of Man). Oleh karena itulah Bung Karno menyebut perjuangan revolusioner bangsa Indonesia sebagai revolusi besar kemanusiaan.
Demokrasi Indonesia
Disamping hal-hal yang berkenaan dengan asas, visi, misi, serta dasar negara, dalam Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat, yang berarti bahwa dalam keseluruhan penyelenggaraan negara ini harus merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat.
Penggunaan istilah kedaulatan rakyat di sini merupakan penegasan tentang pengertian demokrasi yang sering dimaknakan sekedar sebagai kebebasan individu. Penegasan tersebut memberikan arah bahwa dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus selalu bertumpu pada kedaulatan rakyat. Rakyat harus menjadi subyek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya rakyat harus memiliki keberdayaan yang penuh, sehingga dapat menegakkan kedaulatannya. Dan dalam hubungan ini pulalah pemerintah diwajibkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, Pancasila telah memberikan rumusan yang jelas, yaitu : “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya- waratan/perwakilan”.
Dalam sistem ini, demokrasi tidak hanya diartikan sebagai sebuah prosedur dan juga bukan tujuan. Demokrasi adalah sebuah substansi, yaitu tegaknya keberdayaan dan kedaulatan rakyat. Substansi tersebut diwujudkan ke dalam sebuah sistem yang merupakan alat bagi rakyat dalam menciptakan kesejahteraannya. Rakyat benar-benar ditempatkan sebagai subyek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam fungsi tersebut rakyat mempunyai dua peran aktif, yaitu:
· melakukan interaksi untuk melahirkan pimpinan yang berfungsi mewakili komunitasnya;
· menyalurkan aspirasi melalui wakil(2) yang telah dilahirkannya; dengan demikian setiap pimpinan mempunyai kewajiban untuk mengemban aspirasi rakyat yang diwakilinya.
Dalam struktur kenegaraan, kedaulatan rakyat itu dijelmakan menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Dengan adanya Lembaga Tertinggi Negara yang terdiri dari sejumlah orang yang kewenangannya dibatasi oleh UUD tersebut, apabila dilaksanakan dengan benar, dijamin tidak akan lahir kekuasaan otoriter.
Untuk membentuk MPR, disusunlah infrastruktur yang terdiri dari partai-partai politik. Wakil-wakil partai politik ini akan terhimpun dalam Dewan Perwakilan Rakyat yang seluruh anggotanya juga akan menjadi anggota MPR.
Namun disadari bahwa partai-partai politik tidak akan mampu menyerap seluruh aspirasi rakyat. Oleh karena itu agar aspirasi politik yang bersifat umum itu dapat diimplementasikan dengan baik, harus ada orientasi kewilayahan dan juga terhadap fungsi-fungsi dalam kehidupan sosial. Maka diperlukan wakil-wakil yang akan membawakan aspirasi kewilayahan yang meliputi aspek sosial dan budaya, serta fungsi-fungsi dalam kehidupan sosial.
Yang dimaksud dengan fungsi-fungsi kehidupan sosial adalah kebutuhan/ kepentingan permanen masyarakat, misalnya yang menyangkut produksi, distribusi, pendidikan, kerohanian, kepemudaan, pertahanan dan keamanan, dan sebagainya.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka disamping ada wakil-wakil yang berasal dari partai politik, untuk membentuk MPR yang dapat menyerap aspirasi rakyat secara keseluruhan perlu dilengkapi dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan (fungsional). Unsur-unsur yang termasuk Golongan Fungsional (bukan profesional, juga bukan minoritas) antara lain buruh, tani, nelayan, cendekiawan, rohaniwan, TNI/Polri, pemuda, budayawan dan sebagainya.
Melalui permusyawaratan rakyat itulah demokrasi Indonesia diselenggarakan.
Pengingkaran
Setelah kita telusuri isi dan jiwa Pembukaan UUD 1945, akan dapat dengan jelas kita lihat terjadinya penyimpangan-penyimpangan sejak awal Proklamasi Kemerdekaan hingga dewasa ini. Benih pengingkaran yang tertebar dalam berbagai penyimpangan tersebut mendapat lahan subur pada dataran yang dibangun Orde Baru.
Apa yang dilakukan oleh Orde Baru adalah salah satu bentuk pengingkaran yang masih segar hidup dalam ingatan kita. Dengan semboyan “melaksanakan Pancasila dan UUD ’45 secara murni dan konsekuen” Orde Baru telah melakukan penyimpangan yang menyesatkan. Penyimpangan itu bersifat menyeluruh, mulai dari cara berpikir, moralitas sampai pola berkonsumsi, yang dilaksanakan melalui penipuan sejarah, pendistorsian Pancasila, pengembangan pola berpikir pragmatisme dan pola hidup hedonistik, pembangunan kekuasaan otoriter dan represif, pembangunan konglomerasi, sampai dengan penyerahan kedaulatan nasional kepada kapitalisme internasional. Kesadaran politik rakyat dihancurkan melalui floating mass, sedangkan terhadap mahasiswa dilaksanakan melalui NKK/BKK. Selama lebih dari tiga puluh tahun bangsa Indonesia telah mengalami character assassination (pembunuhan watak – penghancuran karakter).
Dewasa ini, di tengah keadaan bangsa Indonesia masih terbenam dalam keterpurukan sebagai akibat dari kebijakan Orba dan penerusnya, para floating elite yang lahir sebagai kelanjutan dari dilaksanakannya floating mass, telah mengobok-obok UUD 1945, yang ujungnya adalah de-ideologisasi.
Kalau Orde Baru telah mendistorsi Pancasila melalui P4, dewasa ini sisa-sisa Orba bersama para petualang (oportunis) dan profiteur (orang yang hanya mencari keuntungan) telah merombak pasal-pasal UUD 1945 dan menghapus penjelasannya dengan dalih melakukan pemurnian demokrasi melalui amandemen.
Di samping banyaknya pasal rancu (saling bertentangan, tidak konsisten maupun tidak berkualifikasi UUD), perombakan yang mereka lakukan telah melahirkan pembusukan kelembagaan, pengembangan semangat federalisme/liberalisme/ individualisme, dan pendistorsian terhadap demokrasi. Singkatnya mereka telah melahirkan UUD baru yang mengingkari jiwa dan semangat Pembukaan UUD 1945, dan dengan demikian mereka telah menghianati cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Berbeda dengan Amerika Serikat yang melakukan amandemen melalui addendum dengan tetap mempertahan-kan UUDnya yang asli, sisa-sisa Orba bersama petualang dan profiteur itu telah merombak pasal-pasal UUD 1945 secara substantif dan menghapus penjelasannya, tetapi secara licik tetap mempertahankan nama UUD 1945 dan Pembukaannya, sebagai upaya untuk menyelimuti pengingkarannya. Langkah tersebut merupakan tahap awal untuk menggantinya dengan UUD baru! Sebagai akibatnya, ada dua UUD yang memiliki nama dan Pembukaan yang sama, tetapi berbeda dalam substansinya. Pada saatnya kelak rakyat dan generasi yang akan datang akan bertanya, yang manakah UUD 1945 yang sesungguhnya?
Apabila jawabnya adalah hasil perombakan yang dilakukan oleh para elite politik yang berkonspirasi di MPR, maka bangsa Indonesia akan kehilangan dokumen historis karya besar founding fathers. Namun kalau keduanya diakui sebagai realitas yang ada, maka akan ada dua UUD 1945, yang satu adalah UUD 1945 yang asli, sedang yang lainnya adalah UUD 1945 hasil rekayasa para petualang politik di MPR, yang isi dan jiwanya mengingkari UUD 1945 yang asli beserta Pembukaannya. Oleh karenanya sudah sepantasnya kalau UUD baru tersebut disebut sebagai UUD 1945 palsu.
Dengan telah hadirnya UUD baru sebagai akibat dari dirombaknya batang tubuh dan dihilangkannya Penjelasan UUD 1945, maka Pembukaan UUD 1945 tinggal menjadi simbol, sama halnya Pancasila tinggal sebagai sebuah nama ketika didistorsi melalui P4. Namun diyakini bahwa Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila akan tetap hidup dalam kalbu rakyat serta semua yang tetap setia kepada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dia akan bergelora kembali, dan setiap bentuk pengingkaran akan sirna diterjang perjuangan luhur.
PENUTUP
Pembukaan UUD 1945 memberikan acuan yang jelas mulai dari asas pendirian negara sampai ke dasar dan tatanan penyelenggaraannya. Dalam pelaksanaannya memang akan sangat dipengaruhi oleh jiwa dan semangat penyelenggaranya. Untuk menghindari bias-bias yang dapat menimbulkan ketersesatan dalam pelaksanaannya diperlukan pemahaman yang mendalam, jujur dan sungguh-sungguh. Disamping itu, agar pemahaman kita benar-benar utuh, maka harus difahami pula makna Pancasila sebagaimana diuraikan oleh Penggalinya, Bung Karno.
Dari alur pikiran yang kita runut dalam Pembukaan UUD 1945, dapat kita tangkap bahwa perjuangan bangsa Indonesia adalah sebuah revolusi besar kemanusiaan yang berangkat dari Tuntutan Budi Nurani Manusia (the Social Conscience of Man), dan akan dilaksanakan melalui tiga tahapan revolusi, yaitu:
- mencapai Kemerdekaan Penuh, artinya bangsa Indonesia, seperti halnya bangsa-bangsa lain di dunia, akan berdiri tegak sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, berdasarkan tiga prinsip kemerdekaan :
· berdikari di bidang ekonomi;
· berkepribadian di bidang kebudayaan.
- melalui gerbang kemerdekaan itu akan dibangun Sosialisme Indonesia di dalam negara kesatuan yang demokratis, yaitu masyarakat gotong royong yang adil-makmur material dan spiritual dalam suatu kehidupan bangsa yang beradab;
- untuk menjaga tegaknya Kemerdekaan Penuh dan tetap terselenggaranya Sosialisme Indonesia, harus dibangun tata kehidupan Dunia Baru yang adil dan beradab berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Masyarakat dunia yang saling hormat menghormati, dunia baru tanpa ada penindasan bangsa atas bangsa maupun manusia atas manusia.
Dengan mencermati semakin dalam makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, semakin terasa betapa luhurnya cita-cita bangsa Indonesia, cita-cita untuk membangun peradaban bangsa dan umat manusia.
Itulah tujuan dari Revolusi Indonesia.
Lembaga Koordinasi Strategik Marhaenis (LKSM)
Jakarta, 17 Agustus 2002
Copyright: http://dirmania-centre.blogspot.com/2010/03/memahami-makna-pembukaan-uud-1945.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar