Berikut adalah percakapan antara Si Murid dengan Si Guru.
Murid : Guru, tolong jelaskan kepadaku apakah ilmu sangkan paraning dumadi itu ?
Murid : “Bagaimana dengan unsur rohaniku wahai Guru ?”
Guru : “Unsur rohanimu adalah Dirimu yang sejati dengan beberapa pelengkap. Karena secara ruhani, disana ada Dirimu yang sejati yang juga dilengkapi akal dan nafsu. Hal yang terpenting adalah ‘Si Manusia-nya itu. Yaitu dirimu yang sejati itu”.
Murid : “Yang manakah yang ‘Diri Saya’ itu guru ?”
Murid : “Lalu sangunya (modalnya) apa dan apa yang dijadikan gandolan (pegangan) ?”
Murid : Guru, tolong jelaskan kepadaku apakah ilmu sangkan paraning dumadi itu ?
Guru : Sangkan paran adalah
pengetahuan tentang dari mana kamu berasal dan kemana tujuan kamu. Atau
lebih mudahnya adalah ilmu tentang jalan pulang. Sebenarnya dimana rumah asalmu maka kesanalah kamu akan pulang.
Ketahuilah Muridku, bahwa sesungguhnya
tiap-tiap apa yang berasal akan kembali ke asal itu. Dirimu terdiri dari
dua unsur, jasmani sebagai badan wadagmu dan rohaniahmu sebagai isi.
Ibarat sangkar dengan burungnya. Jika sangkar sudah rusak maka burung
akan terlepas.
Jasmanimu dan ruhanimu mempunyai asal
masing-masing dan juga mempunyai jalan pulang sendiri-sendiri. Jasmanimu
dicipta dari unsur alam ini. Tanah (bumi), udara (angin), api (panas)
dan air. Karena asalnya dari bahan saripati alam maka kelak akan
kembali ke alam lagi. Yang tanah kembali kepada tanah, yang angin
kembali kepada angin, yang api kembali kepada api dan yang air akan
menyatu kembali kepada air.
Urut-urutannya adalah demikian. Saripati
tanah, udara, panas dan air dihisap oleh tumbuhan kemudian diproses
menjadi sari makanan. Tumbuhan tersebut ada yang dimakan hewan dan ada
yang dimakan langsung oleh manusia. Hewan yang memakan tumbuhan itupun
akhirnya juga dimakan manusia. Ahirnya saripati makanan yang berasal
dari unsur alam tersebut diproses dalam diri manusia laki-laki menjadi
air mani. Sedangkan pada manusia perempuan diproses menjadi sel telur.
Dari pertemuan antara air mani lelaki
dan sel telur wanita itulah kemudian berubah menjadi tubuh jabang bayi.
Semua proses itu adalah terjadi karena kekuasaan dan kehendak Tuhan.
Bayi tumbuh menjadi dewasa dan tua
kemudian mati. Bahkan perkara mati ini ada yang mati waktu bayi, waktu
remaja maupun sudah tua. Itu terserah pada ‘jangka-Nya’ terhadap
masing-masing individu. Ketika mausia mati maka tubuhnya ditinggalkan di
alam dunia ini lagi. Bagi yang beragama Islam maka jasadnya dikubur
dalam tanah.
Dengan berlalunya waktu maka jasad dalam
tanah akan hancur, kecuali orang-orang khusus yang ditakdirkan Allah
untuk jasadnya tetap utuh. Bagi yang jasadnya hancur akhirnya akan
menjadi sari pati tanah lagi. Saripati tanah dihisap lagi oleh
tetumbuhan menjadi saripati makanan. Saripati makanan dimakan manusia
lagi yang kemudian berproses menjadi air mani lagi bagi pria dan sel bagi wanita. Ketika terjadi pertemuan air mani dan sel telor, dengan
kuasa-Nya terciptalah jabang bayi lagi.
Hal tersebut akan terjadi terus dalam alam semesta sampai pada batas waktu yang ditetapkan-Nya. Itu akan menjadi ‘cokromanggilingan‘, berputar terus sesuai dengan hukum alam. Itu jasmanimu.
Murid : “Bagaimana dengan unsur rohaniku wahai Guru ?”
Guru : “Unsur rohanimu adalah Dirimu yang sejati dengan beberapa pelengkap. Karena secara ruhani, disana ada Dirimu yang sejati yang juga dilengkapi akal dan nafsu. Hal yang terpenting adalah ‘Si Manusia-nya itu. Yaitu dirimu yang sejati itu”.
Murid : “Yang manakah yang ‘Diri Saya’ itu guru ?”
Guru : “Jangan bodoh dan samar.
Kamu yang sebenarnya adalah kamu yang ‘merasa’ bisa melihat, mendengar
dan merasa - merasa yang lainnya. Kamu adalah kamu yang bisa bermimpi
kala tidurmu. Kamu adalah yang ‘merasa’ dan yang bisa ‘menyadari’ akan
kesadaranmu sendiri. Jadi kamu yang sejati adalah yang mempunyai
kesadaran itu. Kamu adalah kamu yang sadar atas dirimu.
Ingat ketika kamu tidur satu ‘turon’
(tempat tidur) dengan istrimu. Kemudian kamu bermimpi dikejar anjing.
Kamu lari kecapekan. Kamu digigit anjing dan kamu menjerit. Tiba-tiba
kamu bangun. Kamu marah-marah sama istrimu, kenapa dia tidak menolong
kamu. Ya jelas kamu ditertawai sama istrimu. Lha wong istrimu
tidak tahu kalau kamu digigit anjing kok, bagaimana cara dia menolongmu.
Menurut istrimu, setahunya kamu malah tidur lelap.
Nah yang tidur lelap adalah ragamu.
Sedang yang merasakan sakit digigit anjing waktu kamu mimpi itulah
dirimu yang sebenarnya. Karena itulah kesadaranmu.
Sekali lagi, kesadaranmu itulah hakekat
dirimu. Nah, kesadaranmu sehari-hari itu lebih banyak dimana. Apakah
pada keinginan-keinginan atau nafsumu. Atau pada akalmu semata yang
kadang justru bisa akal-akalan,mengakali, mencari pembenar
sendiri. Atau justru bisa bertempat pada sang Ruh. Sedangkan Ruh itu
adalah wilayah al ‘amr Tuhan. Asal dari alam ‘perintah’-Nya.”
Murid : “Bukankah memang Ruh
itu milik-Nya dan selalu dalam genggaman-Nya. Ketika orang tidur Ruh
ditahan-Nya kemudian ‘dilepas’ lagi ketika si manusia bangun. Dan bagi
si mati Ruh itu tetap dalam genggaman-Nya. Berarti kan secara otomatis
manusia pasti bisa kembali pulang, Guru ?”
Guru : “Nah ini dia ketemunya.
Memang Ruh itu dalam kekuasan-Nya. Bahkan bukan Ruh saja, tetapi apapun
juga dalam ‘genggaman’-Nya. Tetapi kesadaranmulah yang menentukan.
Jika kesadaranmu dibelenggu nafsu maka kesadaranmu juga gak bisa ikut
‘pulang’. Karena ‘pulang’ itu tidak usah menunggu ketika kamu mati. Kamu
bisa mati sakjeroning urip, mati di dalam hidup. Jadi jalan pulang itu adalah jalan yang mulai ditapaki sejak sekarang. Sejak kamu ada di dunia gumebyar ini.
Sejak sekarang kamu sudah diseru untuk pulang. Untuk senantiasa kembali kepada-Nya. “….Irji’i ila Robiki….” kembalilah kepada Robb-mu, kepada ilah-mu, kepada Yang Maha ADA yang Mengadakan-mu.”
Murid : “Lalu sangunya (modalnya) apa dan apa yang dijadikan gandolan (pegangan) ?”
Guru : “Sangunya rasa rela atau
senang. Rela kepada siapa ? Ya rela atau senang kepada-Nya. Rindu dan
cinta akan Dia. Rela dan senang untuk kembali kepada-Nya. Dan
pegangannya adalah kita bersandar welas asih-Nya (bersandar pada sifat Rohman dan Rohiim -Nya). Karena memang itu adalah sifat dari pakerti-Nya (af’al-Nya).
Kalau sudah begitu, tinggal kamu ‘bersedia dipakai oleh-Nya‘ untuk menebarkan kasih sayang kepada alam. Meneruskan misi Sang Nabi Panutan, rahmatan lil ‘alamin. Memayu hayuning buwono. Menebarkan kesejahteraan dan kedamaian di alam ini.
Karena itu ada sebagian orang yang menyebut pengetahuan tentang hal ini dengan penyebutan ilmu sangkan paran. Ada lagi yang mengidentikkan dengan ilmu ‘inna lillahi wa inna ilaihi rojii’un. Ada lagi yang menamakan dengan ilmu sastro jendro hayuningrat pangruwating diyu.
Sastro adalah ilmu, jendro adalah
adiluhung, hayuning adalah membangun dan rat adalah jagad. Jadi maknanya
ilmu untuk membangun jagad. Jagad siapa, ya jagadnya si manusianya itu
sendiri. Pangruwat artinya perbaikan atau pemulihan. Diyu bermaksud
raksasa. Ngruwat atau memperbaiki raksasanya siapa ? Ya raksasanya si manusia itu sendiri.
Ingat, dalam hatimu itulah semuanya
berada. Ada malaikat. Ada widodari. Ada widodoro. Ada jin setan
priprayangan gendruwo ilu-ilu banaspati engklek-engklek waru doyong.
Hatimu adalah jagadmu. Harus dibangun. Dibersihkan. Diruwat. Kalau sudah
diruwat dan sudah bisa ‘jalan pulang’ maka biarkan DIA yang
Maha Welas Asih yang bertahta di hatimu. Ingat ini : langit tidak akan
cukup luas untuk Dia, bumi juga terlalu sempit untuk-Nya. Namun hati
manusia ‘Insan al-kamil’ bisa menjadi ‘tahta’-Nya.
Sumber: http://filsafat.kompasiana.com/2013/01/23/ilmu-sangkan-paraning-dumadi-527025.html
Terimakasih kepada admin yang telah sudi me-repost tulisan saya di ompasiana ini. Tulisan ini juga saya posting di blog pribadiku di http://tiknan.blogspot.co.id/ tepatnya pada tautan di http://tiknan.blogspot.com/2013/01/jalan-pulang-seri-wawancara-dengan-guru.html
BalasHapusLuar biasa "dimanakah" aku ini sekarang?
BalasHapusLuar biasa "dimanakah" aku ini sekarang?
BalasHapusInnalilahi wa innailaihi Rojiun dari Dia kembali ke-Dia lagi.matur nuwun
BalasHapusGandolane welas asih,sak podo padane urip
BalasHapus